Minggu, 12 Juni 2011

Jejak –jejak perjuangan

Kisah ini saya saya tulis sebagai memori yang harus dikenang didalam hidup saya. Saya berasal dari keluarga sederhana, saya anak keenam dari delapan bersaudara. Seperti anak-anak lainnya, saya disekolahkan oleh orang tua saya, tidak melalui TK tapi langsung masuk sekolah dasar(sd), jarak sekolah saya dengan rumah saya ±20 km. saya sekolah bersama dua saudara saya lainnya. Kami biasanya berangkat kesekolah pukul 05.00 pagi. Keluarga kami tinggal dikebun (kebun karet dan kebun padi,singkong,pisang,ubi jalar,tebu,sayuran,dan sebagainya). Pulang dari sekolah biasanya pukul 17.00 sore, maklum sekolah kami kekurangan ruang kelas, jadi kami gentian sekolahnya dengan siswa lainnya. Didalam perjalanan pulang dan pergi kesekolah banyak sesuatu yang kami jumpaI misalnya; monyet, siamang, ular,babi,dan sebagainya, itulah pemandang yang kami jumpai dalam perjalanan jejak-jejak yang kami ukir. Saya termasuk anak yang kurang pintar dibanding saudara saya lainnya, tapi saya anak yang rajin dan pantang menyerah dan sedikit religious. Setelah tiga tahun lamanya kami sekolah dari kebun, kami pun pindah kekampung(dusun), tapi yang pindah Cuma saya dan saudara saya saja, sedangkan orang tua saya tidak karena mereka mencari uang untuk biaya sekolah kami. Sejak kelas 4 SD saya pindah kekampung. Dikampung inilah banyak kisah yang kami ukir, mulai dari kisah yang membanggakan, menyedihkan dan mengharukan. Kisah yang membanggakan dan mengharukan adalah ketika kami dikala itu, saya dan dua saudara saya lainnya mendapatkan hadiah berupa buku dari guru kelas kami atas prestasi yang kami ukir, saya juara satu didalam kelas saya, sedangkan dua saya yang lainnya juara dua dan juara tiga dikelas mereka masing-masing. Hal ini membuat ibu saya tersenyum bangga pada kami, ini adalah kisah yang membanggakan yang kami torehkan. Kisah yang menyedihkan bagi kami adalah kami sering kelaparan karena keterlambatan kiriman uang dari ibu saya, tapi kami mempunyai kreatif tersendiri dalam mengatasinya. Kadang-kadang kami hanya makan kates rebus, terkadang hanya makan nasi lauk garam, terkadang juga kami hanya makan keladi. Walaupun dmikian kami tetap semangat dalam menempuh pendidikan yang kami jalani. Terkadang sepulang dari sekolah kakak saya pergi kesawah untuk mencari rezeki miasnya; mencari ikan ,sayuran kangkung dan genjer yang hasilnya jika banyak akan kami jual uangnya kami gunakan untuk beli beras dan uang jajan kami. Sudah pasti tubuh kami penuh dengan lecet-lecet dan hitam legam seperti anak suku negro. Air mata jatuh menerpa dipipi ketika saya tulis cerita ini. Betapa tidak saya akan terlalu ingat akan penderitaan ibu saya yang harus bekerja sendiri mencari uang untuk biaya sekolah kami tiga bersaudara, seperti cerita sebelumnya bahwa ayah saya sudah meninggal dunia. Kami akan selalu ingat pesan orang tua kami “bahwa jika tidak ingin hidup menderita kami harus sekolah yang tinggi dan menjadi orang yang sukses”, cukup ibumu saja hidup menderita kalian jangan , kalian harus menjadi orang yang bermanfaat, itulah pesan dari ibu saya untuk kami. Waktu terus berputar tidak terasa kami bertiga sudah melanjutkan ke SMP, sedikit lebih maju dari sebelumnya kami sudah terbiasa dengan kekurangan yang kami hadapi, maksudnya kami sudah berupaya sekolah sambil mencari uang sampingan bukan mencuri lho, kami mencari jasa misalnya; kalau ada orang yang butuh jasa untuk memetik cabai atau jeruk , kami mendaftarkan diri uangnya cukup lumayan. Seperti di SD dulu, di SMP juga kami mengukir prestasi walaupun sedikit ya ada, yaitu; saya juara 1 dikelas saya untuk tahun pertama saya masuk SMP, kakak saya terpilih menjadi ketua OSIS. Seperti anak seusia saya bahwa masa pencarian identitas diri, saya terlibat pergaulan bebas, saya sering bolos, mangkir(mendap), minum-minuman keras, merokok dan mencuri. Eit tunggi yang saya curi bukan uang, tapi buah-buahan, itik atau ternak unggas, jambu , dan sebagainya. Peribadi saya berbeda dengan kakak saya, dia tidak tergoda dengan pergaulan bebas seperti saya, ia sedikit lebih teguh imanya dari saya. Saya diangkat ketua kelas oleh teman-teman saya, biasanya kan ketua kelas itu memberikan contoh yang bai-baik tapi tidak bagi saya, saya mengajarkan hal yang sebaliknya seperti; minuman keras sebelum ujian dengan anggapan menambah ingatan dan cerdas, kebohongan kalau ada teman yang bolos dianggap hadir dan absennya nihil, mencontek ketika ulangan, “bisa dibilang saya tu rajanya nyontek saya mempunyai seribu akal untuk berbuat curang”, saya tidak tanggung-tanggung nyonteknya sangat rilex guru pengawas tidak pernah berhasil mengungkap kebohongan saya. Hal ini membuat saya disenangi sebagaian teman-teman saya atas kecerdikan yang saya miliki walaupun sering bolos, nilai kami bagus berbeda dengan anak-anak yang rajin. Kendati demikian saya tidak juara satu lagi turun sedikit juara dua, tapi juara yang saya dapatkan tidak dengan susah payah. Waktu terus berlanjut kini saya sudah duduk dikelas dua SMP semester pertama. Kebiasaan yang saya bawa dari kelas satu masih melekat pada diri saya dan teman-teman saya. Sampai teguran datang menghampiri kami, ketika itu seperti biasanya saya dan teman-teman saya pulang dari sekolah sebelum jam pelajaran berakhir alias minggat karena guru mata pelajaran bersangkutan tidak masuk. Naas kami pada hari itu kegiatan buruk kami terungkap. Seperti biasanya saya dan teman saya minggat dari sekolah tapi kesialan menimpa kami pada hari itu , kami ketahuan ketika kami pulang ada seorang guru yang mengetahui perbuatan kami, saya guru saya tersebut tidak mengenal saya, tapi ia mengenal salah satu diantara kami, maklum ia anak orang yang kaya dikampung saya, namanya Jeni, guru saya tersebut menyuruh Jeni untuk memberitahu nama-nama kami. Keesokan harinya kami dipanggil guru Bp, pak Agus namanya, ia berbadan kekar, tangannya kasar, ia berpenampilan garang. Kami menghadap beliau dengan diam seribu bahasa, “kenapa kalian minggat?, silahkan pilih hukuman untuk kalian, apakah mau ditampar atau menghitung bintang(posisi badan menunduk, telunjuk berputar dilantai, sambil memegang telinga oleh salah satu tamgan)”. Setelah berpikir sejenak kami pun, menentukan pilihan dengan persaan yang mencekam bak orang yang berada didalam pekatnya malam, “menghitung bintang, jawab kami serempak”. “Baik kalian menghitung bintang sebanyak dua puluh kali putaran”, timpal pak Agus kepada kami. Pada awalnya kami kira hukuman ini ringan, ternyata ia lebih berat dari hukuman tampar. Baru lima keliling kepala teman saya pusing, badanya sempoyongan bak ayam disembelih ia jatuh berputar-putar seperti orang yang mabuk. Tiba giliran saya, keadaan badan saya lebih parah dari teman saya, saya seperti orang kesurupan yang tak tahu arah barat dan timur, hal ini membuat pak Agus kuatir dengan kondisi badan saya, “ini berapa sambil menunjukan dua jarinya kepada saya, dengan mata yang berkunang-kunagang saya jawab dua, perlu diketahui saya termasuk anak yang jujur walaupun perbuatan saya enggak jujur seh. Sejak kejadian itu saya berubah 180 derajat, saya tidak bandel dan bolos lagi, saya jadi anak yang manis, tapi saya dikucilkan dari teman sepermainan saya, ia bilang saya anak sombong dan sok suci. Saya tidak mau minuman keras dan merokok lagi walaupun teman saya akan mengacam akan memutuskan hubungan dan mengucilkan saya. Manfaat dari kejadian itu membuat saya semakin dekat dengan guru-guru saya, guru bahasa inggris dan guru ppkn saya. Imbas dari itu semua saya dipercaya dan diberi amanah untuk menjadi ketua OSIS. Cerita pun berlanjut, banyak suka dan dukanya saya jadi ketua OSIS, sukanya saya disenangi oleh guru-guru saya, dukanya saya semakin dijauhi oleh teman-teman saya, tapi hanya sebagian, teman cewek saya malahan banyak menyenangi saya, betapa tidak nilai saya selalu dapat nilai yang besar dan juara kelas, ketua OSIS, religious pula. Sempat ketika itu terpikir oleh saya ingin pacaran dengan sekretaris saya, tapi saya selalu ingat pesan Ibu saya untuk tidak pacaran. Itu hal yang wajar karena cewek yang saya taksir lebih baik dan lebih pintar dari saya, ia murah senyum, ramah, penyayang, berambut panjang, sopan, dan baik tutur katanya. Kalau saya ketika itu saya tidak ingat pesan orang tua saya, mungkin sudah jadian dengan dia. Saya sering berduan dan minta bantuan dengannya, iapun dengan senang hati membantu saya. Pokoknya seperti dunia ini milik saya, andai ketika itu saya mengungkapan isi hati saya mungkin untuk pertama kalinya saya pacaran dalam hidup saya, mungkin ini perasaan darah muda saya,”kegeeran kali ya”, maklum sudah mengenal cinta walaupun hanya semu. Sering digosipkan saya dengan dia pacaran, ia tidak marah, malahan dia balas gossip dari teman-teman saya dengan senyuman. Ah, hal ini semakin membuat hati saya mabuk kasmaran, he-he anak muda lho. Waktu terus berlanjut, mentari terus bersinar, tidak terasa saya sudah duduk kelas tiga. Pada semester pertama nilai saya anjlok mungkin terlalu sering membuang waktu dengan hal yang tidak bermanfaat, tapi saya tidak patah arang saya belajar lebih giat lagi. Saya dikasih tahu resep pintar dari guru ppkn saya,”to jika kamu ingin pintar dan keinginan mu tercapai rajin-rajin puasa senin kamis, sholat tahajud, dan berdoa dan memohonlah kepadanya sambil menaggis, insya Allah keinginan mu tercapai”, nasihat beliau. Saya pun mendengar dan melaksanakan nasihat beliau. Dikala itu seseorang dikatakan hebat dan menjadi bibir masyarakat dikampung saya adalah orang berhasil dan lulus masuk SMA 2 SEKAYU, maklum sekolah ini kumpulan anak-anak pintar dari berbagai daerah jadi tidak gampang masuk sekolah ini. Saya pun terobsesi masuk sekolah SMANDA tersebut. Waktu UN pun tiba kami menghadapi ujian selama tiga hari. Setelah mengikuti UN, inilah saat yang menegangkan, saat pengumuman kelulusan, semua wali murid berkumpul, tapi wali murid saya tidak ada, kakak saya sekolah di SMANSA Sekayu, jadi ia tidak bisa hadir. Karena kedekatan saya dengan guru saya, kertas pengumuman kelulusan UN saya diberikan. Dengan perasaan cemas yang mencekam, saya buka kertas pengumuman tersebut, selamat anda dinyatakan lulus, riuh rendah perasaan saya ketika itu. Kegembiraan itu bertambah ketika guru saya memberitahukan kepada saya, bahwa saya mendapatkan NIM yang tetinggi di SMP saya, seperti kejatuhan bulan ketika itu rasanya, betapa tidak keinginan saya untuk menjadi juara umum akhirnya terwujud juga. Resep yang diberikan guru saya sangat manjur. Dengan senyum yang menawan si dia mengucapkan selamat kepada saya, girang bukan kepalang perasaan saya ketika itu. Setelah satu bulan kemudian pendaftaran siswa baru SMANDA dibuka, saya tidak lupa mendaftarkan diri berasama si dia dan teman yang lainnya. Test pertama adalah tes kesegaran jasmani dan rohani, kami disuruh lari 15 keliling lapangan SMANDA, kami juga diukur ketingian dan berat badan, tes penglihatan dan pendengaran. Tes pertama ini kami jalani dengan sukses. Ketika pengumumam tes tahap pertama diumumkan, kami dinyatakan lulus semua (sebanyak 10 orang). Tiba ketahapan tes kedua, yaitu tes kemampuan akademik dan wawancara menggunakan bahasa inggris, dan tes ini adalah tes tahap terakhir. Setelah hampir satu hari penuh kami mengikuti tes, tibalah pengumumam. Kuota siswa baru SMANDA sebanyak 120 orang, jadi siapa saja yang rengking dari urutan 1 sampai 120 dinyatakan lulus. Setelah berjam-jam lamanya pengumumam akhirnya ditempelkan. Dengan perasaan berdebar-debar kami membaca pengumuman dengan seksama, saya berada diurutan 79, si dia urutan 99, dan teman saya yang satunya lagi diurutan 115, dari 10 orang yang mendaftar cuma 3 orang yang lulus dari SMP saya. Dengan rasa tidak percaya bercampur haru biru, saya mengucapakan lapaz hamdalah. Didalam dunia ini kawan tidak ada yang tidak mungkin bila Allah menghendaki, jadi mendekati dari yang maha segala maha, yaitu Allah Azza Wajala. Siapa yang mengira anak seorang petani dengan otak pas-pasan bisa diterima di SMANDA, sekolah yang bertaraf internasional, itu semua berkat Pertolongan dan kebesaran Allah SWT kepada hamba yang ia kehendaki. Didalam alqur’an surat Yasiin ayat 82,”Allah mengatakan sesungguhnya urusa-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu Dia hanya berkata kepadanya, “jadilah “,maka jadilah sesuatu itu. Menjadi siswa SMANDA bukan perkara mudah, salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah bermental baja dan memiliki displin yang tinggi. Hal ini sock culture bagi saya, betapa tidak saya yang biasa pergi ke sekolah pukul 07.30 harus pergi ke sekolah pukul 06.05 pagi, pukul 06.30 apel pagi, pukul 07.00 sudah mulai belajar, perbandingan yang sangat kontras ketika saya lagi di SMP. Yang menjadi Pembina apel adalah siswa yang ditunjuk secara gantian, bahasa yang digunakan ketika apel adalah bahasa inggris, dan didalam kegiatan belajar kami mengunakan dua bahasa atau bilingual, yaitu 70% bahasa inggris dan 30% bahasa Indonesia. Pada semester pertama saya duduk dikelas 1 SMANDA, nilai saya anjlok, saya rengking 21 dari 30 siswa, hal ini membuat saya kuatir konon kabarnya siapa yang dapat nilai jelek dan bodoh akan dideportasi dari SMANDA Saya merinding mendengar isu tersebut, saya memutar otak gimana caranya menemukan formula untuk meningkatkan prestasi. Setelah saya memperdalam ilmu agama lagi, banyak belajar otodidak, akhirnya ketemunya formulanya. Formulanya yaitu formula kecerdasan ala rasulullah SAW yaitu; harus banyak-banyak baca alqur’an, menjaga wudhu, beriwak atau rajin gosok gigi, menjaga senyum, sabar, dan rajin berpuasa. Semua hal tersebut saya jalani dengan rutin dan ikhlas. Untuk menambah keberkahan dari Allah SWT, saya rajin sholat tahajud. Ketika ujian semester dua tiba, saya tidak kaget lagi. Mental saya sudah siap, usaha sudah saya lakukan, tinggal tawakal kepada Allah SWT. Tiba saatnya pembagian raport semester dua. Diluar dugaan nilai saya naik drastis, yaitu rengking 13 dari 30 siswa, saya bersyukur walaupun saya tidak berhasil menembus sepuluh besar, perlu kawan ketahui bahwa saya berada dikelas x1, kelas dimana kumpulan juara-juara umum, jadi sudah menjadi anugerah bagi saya atas pencapaian prestasi saya terebut. Beranjak ke kelas 2, saya memilih jurusan IPS, maklum saya orangnya memiliki jiwa sosial yang tinggi, he-he, itu kan menurut pandangan saya. Dikelas dua tidak banyak kisah yang terukir, Cuma ada peningkatan nilai signifikan, saya juara dua di IPS, luar biasakan, jangan lho pikir ips adalah kumpulan orang bodoh, buktinya kami menjuarai lomba cerdas cermat tingkat kelas se SMA, anak IPA keok, padahal soalnya gabungan. Menginjak kaki ke kelas x11, kami diterpa les yang melelahkan selama berbulan lamanya. Tibanya saat pengumuman kelulusan, tidak ada hal yang aneh karena sudah menjadi rahasia umum masalah UN hanya formalitas saja, hasilnya sudah dapat ditebak, yaitu menambah derita penderitaan bagi pendidikan Indonesia. Setelah lulus dari SMA kami pun bersiap untuk mengikuti tes SNMPTN. Test SNMPTN tahun 2009, saya gagal karena kesalahan fatal yaitu, kesalahan mengisi kode soal. Hal ini praktis membuat saya tepukul mundur, saya harus menganggur selama satu tahun. Satu tahun saya lalui dengan penuh penderitaan, dimana saya harus mengumpulkan uang sebanyak mungkin untuk biaya kuliah saya nantinya, saya harus membanting tulang bersama ibu saya, pergi pagi pulang malam itu sudah biasa, mandi keringat bahkan keringat darah sekalipun, sungguh hal yang tidak bisa saya lupakan dalam hidupku. Hinaan dan cacian kepada saya atas kegagalan yang menerpa saya hadapi dengan senyuman. Saya selalu berdoa untuk ditempatkan ditempat yang sesuai menurut Allah, yang dapat menambah kecintaan saya kepada Allah dan rasulnya, dimanapun saya terima, itulah sebutir doa ku yang ku panjatkan. Allah mendengar dan mengabulkan permintaan saya, saya ditempatkan Allah di UNSRI, tepatnya di FKIP PPKN. Cerita cukup disini dulu kawan karena sudah cape insya Allah kusambung lagi, ok.

0 komentar:

Posting Komentar

◄ Newer Post Older Post ►
 

Copyright 2012 mantocoy Seo Elite by BLog BamZ | Blogger Templates